Assalamualaikumwarrohmatullahiwabarokaatuh
Saudara ku Allah telah berfirman dalam surat Muhammad ( 47) ayat
19. Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
Untuk mengetahui kalimat tauhid banyak yang perlu kita
ilmui,sebab dengan ilmu yang salah tentunya akan menghasilkan amal yang salah
maka dari itu pentingnya kita mengetahui adab/tatacara..kepada siapa
belajar,dasar dasar apa saja yang harus kita ketahui dll,untuk itu kami disini
mau menyampaikan sedikit tentang ilmu.
Kategori Al-Ilmu
Pentingnya bahasa arab
Imam Syafi'i berkata: "Manusia tidak menjadi bodoh dan
selalu berselisih paham kecuali lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan
lebih mengutamakan konsep Aristoteles". Itulah ungkapan Imam Syafi'i buat
umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya
sang imam menyaksikan kondisi umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah
keprihatian beliau akan semakin memuncak. Bahasa Arab berbeda dengan
bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam
keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan
perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka
sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Di masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin.
Ulama dan bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah
(kebenaran dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah
satu indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.
Redupnya pehatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah
memasuki negara-negara 'ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan
bersatu di bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam
perbincangan. Apalagi bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya,
banyak yang menganaktirikan bahasa Arab masih. Yang cukup memprihatinkan
ternyata, para orang tua kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni
bahasa Arab.
Adab majlis ilmu
Kesungguhan dan semangat yang tinggi dalam menghadiri
majelis ilmu tanpa mengenal lelah dan kebosanan sangat diperlukan sekali.
Janganlah merasa cukup dengan menghitung banyaknya. Akan tetapi hitunglah
berapa besar dan banyaknya kebodohan kita. Karena kebodohan sangat banyak, sedangkan
ilmu yang kita miliki hanya sedikit sekali. Lihatlah kesemangatan para ulama
terdahulu dalam menghadiri majelis ilmu. Abul Abbas Tsa’lab, seorang ulama
nahwu berkomentar tentang Ibrahim Al Harbi,“Saya tidak pernah kehilangan
Ibrahim Al Harbi dalam majelis pelajaran nahwu atau bahasa selama lima puluh tahun”. Lantas
apa yang diperoleh Ibrahim Al Harbi? Akhirnya beliau menjadi ulama besar dunia.
Ingatlah, ilmu tidak didapatkan seperti harta waris. Akan tetapi dengan
kesungguhan dan kesabaran. Alangkah indahnya ungkapan Imam Ahmad bin
Hambal,“Ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada orang yang disukainya.
Tidak ada seorangpun yang mendapatkannya karena keturunan. Seandainya didapat
dengan keturunan, tentulah orang yang paling berhak ialah ahli bait Nabi n ”.
Demikian juga Imam Malik, ketika melihat anaknya yang bernama Yahya keluar dari
rumahnya bermain,“Alhamdulillah, Dzat yang tidak menjadikan ilmu ini seperti
harta waris”.
Ketika beramal tanpa ilmu
Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau
shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul mustaqim.
Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang telah diberi
nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim (orang-orang
yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin (orang-orang yang sesat).
Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan, bahwa orang-orang mahgdhubi
‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang dhallin adalah Nashara. Berkata Ibnu
Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi jalan
keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan amal.
Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan ilmu.
Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani memperoleh
kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian tidak mengamalkannya, layak
mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang tidak mengetahui. Orang-orang
Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu, tetapi mereka tidak memperoleh
jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai dengan pintunya. Yaitu mengikuti
kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam kesesatan .”
Kaidah-kaidah menuntut ilmu
Di antara manhaj (jalan, kaidah) dalam menuntut ilmu,
hendaklah memulai dengan ilmu-ilmu yang ringan sebelum ilmu-ilmu yang berat.
Oleh karena itulah dikatakan tentang seorang 'alim rabbani, bahwa dia adalah
orang yang membina para penuntut ilmu kecil dengan ilmu-ilmu yang kecil sebelum
ilmu-ilmu yang besar. Demikianlah, menuntut ilmu itu harus tadarruj (bertahap).
Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu yang ringan ialah masalah-masalah yang dikenal,
yang diketahui, bukan masalah-masalah yang membutuhkan analisa dan pembahasan.
Dari sini, maka di antara masalah-masalah yang sepantasnya didahulukan ialah
masalah-masalah yang jelas dan gamblang, yaitu mengenai ushuludin (pokok-pokok
agama), seperti mengetahui ushuludin, ushul i'tiqad. Oleh karena itu, para
ulama dalam mengajari para thulab (penuntut ilmu, santri) dilakukan secara
bertahap dengan menggunakan mukhtasharat (kitab-kitab yang ringkas), dalam
setiap cabang-cabang ilmu. Mereka menjelaskan kepada manusia pokok-pokok ilmu
melalui mukhtasharat (kitab-kitab yang ringkas) ini. Secara bertahap, mulai
dari teks-teks mukhtasharat sampai kemudian meningkat, dengan membaca
kitab-kitab syarh (penjelasan) terhadapnya, kemudian meluas sehingga para
thalib sampai kepada kitab-kitab muthawalat (kitab-kitab tebal/luas).
Jangan mengambil ilmu dari ahli bid'ah
rang yang berniat mencari ilmu yang haq harus memperhatikan
dari siapa dia mengambil ilmu. Jangan sampai mengambil ilmu agama dari ahli
bid’ah, karena mereka akan menyesatkan, baik disadari atau tanpa disadari.
Sehingga hal ini akan mengantarkannya kepada jurang kehancuran. Syaikh Muhammad
bin Shalih al ‘Utsaimin t menyatakan, bahwa untuk meraih ilmu ada dua jalan.
Pertama. Ilmu diambil dari kitab-kitab terpercaya, yang ditulis oleh para ulama
yang telah dikenal tingkat keilmuan mereka, amanah, dan aqidah mereka bersih
dari berbagai macam bid’ah dan khurafat (dongeng; kebodohan). Mengambil ilmu
dari isi kitab-kitab, pasti seseorang akan sampai kepada derajat tertentu,
tetapi pada jalan ini ada dua halangan. Halangan pertama, membutuhkan waktu
yang lama dan penderitaan yang berat. Halangan kedua, ilmunya lemah, karena
tidak dibangun di atas kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip. Kedua. Ilmu diambil
dari seorang guru yang terpercaya di dalam ilmunya dan agamanya. Jalan ini
lebih cepat dan lebih kokoh untuk meraih ilmu. Akan tetapi pantas disayangkan,
pada zaman ini kita melihat fenomena pengambilan ilmu dari para ahli bid’ah
marak di mana-mana, padahal perbuatan tersebut sangat ditentang oleh para ulama
Salaf.
Keutamaan ilmu syar'i
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur-an beberapa kaum dan Allah pun
merendahkan beberapa kaum dengannya.” . Di zaman dahulu ada seseorang yang
lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian
ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan
mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia
menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama
20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya,
maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri. Orang yang berilmu dan
mengamalkannya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan
dinaikkan derajatnya di akhirat. Allah pun telah berfirman tentang Nabi Yusuf
‘alaihis salaam. “...Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki, dan diatas
setiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” .
Disebutkan bahwa tafsir ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat
derajat siapa saja yang Kami kehendaki dengan sebab ilmu.
Kategori Al-Ilmu
Tanda tanda ilmu yang bermanfaat
Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan
dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak
menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang
dimilikinya. Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah
mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat
mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam
beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang
yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya,
dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan
kepadanya.” . Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah
pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah
Ta’ala.
Pengertian ilmu yang bermanfaat
Kondisi manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam seperti tanah yang kering, gersang dan tandus. Kemudian
kedatangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membawa ilmu yang bermanfaat
menghidupkan hati-hati yang mati sebagaimana hujan menghidupkan tanah-tanah
yang mati. Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama
dengan berbagai tanah yang terkena air hujan, di antara mereka adalah orang
alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Orang ini seperti tanah subur
yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah
tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi
yang lain. Di antara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk
menuntut ilmu namun dia tidak mengamalkannya, akan tetapi dia mengajarkannya
untuk orang lain. Maka, dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia
dapat memanfaatkannya.
Pengertian ilmu syar'i
Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya)
kepada seorang Muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua. Pertama: ‘Ilmu
‘aini yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap Muslim dan
Muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat
–apabila telah memiliki harta yang mencapai nishab dan haul- haji ke Baitullah
bagi yang mampu, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari
berbagai perintah dan larangan. Tidaklah anak-anak yang menginjak dewasa
ditanya tentang ilmu ini, melainkan mereka mengetahuinya. Kedua: ‘Ilmu kifa-i
yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap Muslim untuk mengetahui dan
mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan
mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun,
apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya
padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka
semuanya.
pentingnya menuntut ilmu menuju sorga
Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan
antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang
ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan.
Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan
akhirat. Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya
tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus
dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah. Kewajiban
menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia
sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya.
Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan
Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan
mu’amalah dengan makhluk.
Penuntut ilmu dan masyarakat
Bahwa ilmu itu mendahului ahli ilmu dan mengangkat martabat
para ahlinya disetiap masyarakat. Jika ia pergi ke Amerika, atau Inggris atau
Perancis atau negara mana saja, maka ilmunya akan mengangkat martabatnya
diantara minoritas kaum muslimin dan orang-orang yang diserunya berdasarkan
ilmu dari kalangan kaum musyrikin, karena mereka akan tertarik kepada kebenaran
jika mereka mengetahuinya dan dalil-dalilnya yang nyata dan akhlak para
pemeluknya yang mulia, karena Islam adalah agama fithrah (sesuai naluri), agama
keseimbangan dan akhlak, agama kekuatan, kesemangatan, persamaan dan semua kebaikan.
Maka seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas hujjah, ia mengetahui
dalil-dalil syar'iyah, mengetahui hukum-hukum Islam dan mengamalkannya, tetap
tegak kepalanya di mana saja dan tetap terhormat di mana saja, lebih-lebih di
tengah-tengah jama'ahnya dan penduduk negerinya bila mereka mengetahui keilmuan
dan wejangannya serta kejujuran dan kehati-hatiannya.
Golongan awam tergesa-gesa dalam mengeluarkan
fatwa,kedudukan dan keutamaan ahlul ilmi
Hendaknya seseorang bersikap hati-hati dan takut berkata atas
nama Allah tanpa berdasarkan ilmu. Ini tidak termasuk perkara duniawi yang
merupakan medan
akal. Bahkan, sekalipun mengenai perkara duniawi yang merupakan medan akal, hendaknya
seseorang berhati-hati (tidak terburu-buru) dan perlahan-lahan, karena bisa jadi
jawaban dirinya akan menjadi jawaban yang lainnya, sehingga seolah-olah ia
menetapkan dari dua jawaban dan ungkapannya menjadi ungkapan terakhir yang
menentukan. Banyak orang yang berbicara dengan pendapat mereka, maksud saya,
dalam perkara-perkara yang bukan syari'at. Jika ia perlahan-lahan dan
mengakhirkan pengungkapannya, akan tampak yang benar baginya dari banyaknya
pendapat yang ada yang sebelumnya tidak terbesit di dalam benaknya. Karena itu,
saya sarankan kepada setiap orang, hendaklah perlahan-lahan untuk menjadi
pembicara yang terakhir sehingga ia seolah-olah menjadi penentu di antara
pendapat-pendapat tersebut.
Menuntut Ilmu Untuk Meraih Materi Dan Ijazah
Maka hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu,
mendorong dan memotivasi untuk menutupi kelowongan tersebut serta melaksanakan
kewajiban di medan
kita dan yang lainnya, sebagai manifestasi dalil-dalil syari'at yang
menganjurkan hal tersebut, dan untuk memberikan manfaat bagi kaum muslimin dan
mengajari mereka. Di samping itu, hendaknya kita memotivasi untuk melaksanakan
dengan penuh keikhlasan dan ketulusan dalam menuntut ilmu. Barangsiapa yang
mengharapkan ijazah untuk mengokohkannya dalam menyampaikan ilmu dan mengajak
kepada kebaikan, maka itu baik, bahkan sekali pun sambil mengharapkan materi
dalam hal ini. Jadi, tidak apa-apa belajar dan memperoleh ijazah, yang dengan
itu ia bisa menyebarkan ilmu dan dengan itu pula ilmunya bisa diterima. Bahkan
boleh juga menerima materi yang dapat membantunya dalam kegiatan penyampaikan
ilmu ini.
Keharusan Memiliki Ilmu Dalam Memberi Nasehat Dan Berda'wah
Barangsiapa yang berbicara tentang dien Islam ini bukan
dengan apa yang telah Allah utuskan kepada RasulNya, maka ia berbicara tanpa
ilmu, dan barangsiapa yang dikuasai oleh syetan maka syetan pasti
menyesatkannya dan menuntunnya menuju adzab jahannam yang menyala- nyala. Dan
barangsiapa yang tunduk kepada dienullah maka ia telah beribadah kepada Allah
dengan keyakinan.". Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahullah (wafat th.1420
H) berkata ketika menceritakan tentang akhlak dan sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh seorang da'i : "Haruslah da'wahmu itu ditegakkan atas hujjah
yang nyata, yaitu berdasarkan ilmu, janganlah engkau jahil dengan apa yang
engkau serukan kepada manusia, Allah berfirman: "Katakanlah : "Inilah
jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kalian (kepada)
Allah dengan hujjah yang nyata."
Nasehat Bagi Penuntut Ilmu Hendaknya Memiliki Semangat
Tinggi Dalam Menuntut Ilmu Dan Istiqomah
Kebanyakan manusia menyangka bahwa menuntut ilmu hanya
terbatas pada selesainya masa belajar di sekolah, ma’had, universitas, atau
markaz selama satu, dua atau lima
tahun. Ini adalah kesalahan yang fatal karena ilmu tidak akan berakhir kecuali
dengan hilangnya ruh dari jasad, betapa banyak para salaf mengatakan : “Amat
merugi apabila matahari terbit sedang aku tidak menambah ilmu’. Lihatlah Imam
Ahmad, beliau selalu membawa kertas dan pena-nya, kadang kala beliau mengajar,
kadang pula belajar. Beliau adalah sosok yang ‘alim, tetapi masih menyempatkan
diri untuk belajar pada orang lain. Pada suatu hari beliau membawa barang
kebutuhannya, kemudian dikatakan : “Wahai Abu Abdillah, sampai kapankah engkau
menuntut ilmu ?” Beliau menjawab : “Menuntut ilmu itu dari buaian sampai masuk
ke liang lahat (beliau mengulanginya dua kali)".
Nasehat Bagi Penuntut Ilmu Untuk Menetapi Kebenaran Dan
Kesabaran
Yang ingin aku ingatkan dalam rangka saling menasehati dan
saling berwasiat, untuk menetapi kebenaran dan kesabaran adalah masalah ikhlas.
Ikhlas merupakan rahasia (diterimanya) ibadah. Kita sering melihat amalan
seseorang yang begitu tekun, begitu bersungguh–sungguh, baik dalam mengeluarkan
shadaqah atau pun infak akan tetapi itu semua jadi bumerang baginya (tidak
mendapatkan pahala). Alloh Jalla Jalaluhu berfirman : “Dan kami hadapi segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan". Setiap amalan yang tidak ikhlas, bukan saja amalan tersebut
tidak bermanfaat bagi pelakunya tetapi juga menjadi bencana dan bahaya yang
akan menimpa pelakunya. Alloh Ta’a la berfirman : “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepadaNya (dalam menjalankan
agamaNya dengan lurus)"
Berjihadlah Dengan Ilmu Dan Dengan Al-Qur'an
Menyebarkan ilmu adalah ibadah dan jihad, Allah Jalla
Jalaluhu memerintahkan NabiNya yang pada waktu itu berada di Mekkah untuk
berjihad kepada kaum musyrikin (orang-orang yang mempersekutukan Allah Jalla
Jalaluhu) dengan ilmu. Allah Jalla Jalaluhu berfirman. “Maka janganlah engkau
mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an
dengan jihad yang besar” Yaitu berjihad “ dengan ilmu” dan “dengan Al-Qur’an”.
Dengannya kebaikan dan pengaruh akan menetap. Penuntut ilmu itu mempengaruhi dan
menyebarkan kebaikan, oleh karena itu dalam hadits disebutkan. “Keutamaan
seorang yang berilmu atau ahli ibadah adalah sebagaimana keutamaanku atas orang
yang terendah dari kalian”. Adapun orang yang shalih itu hanya bagi dirinya
sendiri, tidaklah memberi pengaruh kecuali kepada dirinya sendiri, maka tidak
syak lagi keutamaan ilmu sangat agung.
Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya
Jika dakwah itu berdiri di atas kebodohan maka setiap orang
akan memberikan hukum sesuai dengan apa yang didiktekan oleh akalnya, yang ia
sangka benar padahal salah. Maka saya berpendapat bahwa pandangan ini adalah
salah ! Wajib ditinggalkan, dan hendaknya seseorang tidak berdakwah kecuali
setelah mempelajaari (apa yang ia akan dakwahkan). Oleh karena itu Imam Al-Bukhari
Rahimahullah telah membuat bab yang semakna dengan ini dalam kitab Shahihnya
dengan menuliskan : Bab Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal, lalu beliau
menjadikan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “ Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) meliankan Allah dan mohonlah ampunan
bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”
mengoleksi buku tapi tidak membacanya
Kedudukan ahlul ilmi adalah kedudukan yang paling agung,
karena para ahlul ilmi adalah pewaris para Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
karena itulah diwajibkan pada mereka untuk menjelaskan ilmu dan mengajak
manusia ke jalan Allah, kewajiban ini tidak dibebankan kepada selain mereka. Di
dunia ini mereka laksana bintang-bintang di langit, yang mana mereka membimbing
manusia yang sesat dan bingung serta menjelaskan kebenaran kepada mereka dan
memperingatkan mereka terhadap keburukan. Karena itu, di bumi ini, mereka
bagaikan air hujan yang membasahi bumi yang kering kerontang, lalu tumbuhlah
tumbuhan dengan izin Allah.
Akhlaq penuntut ilmu.berseri wajahnya
Dan sangat disayangkan banyak diantara manusia berakhlak
baik kepada orang lain, akan tetapi mereka tidak berakhlak baik kepada
keluarganya, ini salah dan membalikkan hak-hak, bagaimana mungkin kamu berbuat
baik kepada orang-orang jauh dan berbuat jelek kepada kerabat dekat ? karib
kerabat adalah manusia yang paling berhak kamu berhubungan dan bergaul dengan
baik. Oleh karena itu bertanya seorang lelaki kepada Rasulullah : "Wahai
Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku berbuat baik padanya ?
Rasulullah menjawab : Ibumu, lalu ia bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah ?
Beliau menjawab : Ibumu, lalu lelaki itu bertanya lagi : lalu siapa ya
Rasulullah ? Beliau menjawab : ayahmu”.
Ridha dan shabar menerima taqdir Allah
Berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan
taqdir-taqdir-Nya adalah dengan sikap engkau ridha dengan apa yang Allah
taqdirkan bagimu, dan hendaknya engkau merasa tenang pada taqdir itu, dan
hendaknya engkau mengetahui bahwa tidaklah Allah mentakdirkan bagimu melainkan
dengan hikmah dan tujuan yang terpuji serta patut dipuji dan syukur. Dan
berdasarkan hal ini, berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan
taqdir-taqdir-Nya adalah ridha, menyerah dan merasa tenang. Oleh karena itu
Allah memuji orang-orang yang sabar yaitu orang –orang yang apabila ditimpa
dengan suatu musibah mereka berkata : "Sesungguhnya kami milik Allah, dan
sesungguhnya kepada-Nya lah kita kembali”
Akhlak Penuntut Ilmu : Menerima Hukum-Hukum Allah Dengan Bentuk
Mengamalkannya
Menerima hukum hukum Allah dengan bentuk mengamalkannya
Sesungguhnya berakhlak baik dalam bermuamalah dengan Allah
dalam hal yang berkaitan dengan hukum-hukumNya adalah (dengan cara) menerima,
mengamalkan dan merealisasikannya, serta tidak menolak sedikitpun hukum-hukum
Allah. Jika seseorang mengingkari suatu hukum Allah, maka tindakan ini adalah
(termasuk) berakhlak buruk kepada Allah. Kami akan memberikan permisalan
tentang puasa. Tidak diragukan lagi bahwa puasa adalah (amalan) yang berat bagi
manusia, karena dalam ibadah puasa seseorang (harus) meninggalkan hal-hal yang
diingini, seperti makanan, minuman, dan jima’. (Dan) Ini adalah suatu perkara
yang berat. Akan tetapi seorang yang beriman, ia akan berakhlak baik kepada
Allah, menerima beban syariat ini, dan menerima kemuliaan ini, dan hal ini
adalah nikmat dari Allah.
Menerima berita dari Allah(al qur an) dengan membenarkannya
Wahai saudara-saudara sekalian, (pada) kesempatan baik ini
saya akan menyampaikan pembicaraan tentang berakhlak baik. Dan akhlak,
sebagaimana dikatakan ulama adalah gambaran batin manusia, karena (pada
dasarnya) manusia mempunyai dua bentuk, bentuk luar (yaitu fisik) yang Allah
ciptakan badan padanya. Dan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bentuk luar
ini ada yang diciptakan dalam bentuk yang indah, dan ada yang diciptakan dalam
bentuk yang buruk, dan ada yang diciptakan dalam bentuk diantara keduanya. Dan
bentuk batin (demikian juga) ada yang baik dan ada yang buruk, serta ada yang
diantara keduanya, dan bentuk batin inilah yang dikatakan sebagai akhlak.
Jarak pemisah antara ulama' dan masyarakat
Jarak itu terjadi akibat berpalingnya sang penuntut ilmu
atau sang alim yang memang dipandang mengerti ilmu. Jika seorang penuntut ilmu
buruk shalatnya, atau terang-terangan melakukan kemaksiatan atau suka
terburu-buru menilai dan kasar, maka ia akan dibenci oleh para ulama dan
orang-orang serta tidak senang dengan aktifitasnya menuntut ilmu. Demikian juga
orang alim yang fasik atau suka mengecam, tentu tidak disukai oleh para
penuntut ilmu yang baik yang berjuang dalam menyerukan kebaikan karena
mengharapkan pahala. Akibatnya, terjadilah jarak antar mereka. Adapun para
ulama yang shalih dan para penuntut ilmu yang shalih, tidak akan ada jarak
antar mereka selamanya, bahkan mereka akan saling tolong menolong dalam setiap
kebaikan. Jarak ini terjadi pada orang yang menyimpang padahal ia cukup
berilmu, yaitu melakukan kefasikan, atau merokok, meminum khamr, berpaling dari
shalat dan sebagainya. Siapa yang menyukai ini. Siapa yang akan menerimanya.
Orang yang semacam itu perlu didakwahi dan dinasehati dengan sabar hingga
lurus.
Lupa ilmu yang telah dipelajari dan keluarnya wanita untuk
menuntut ilmu
Seorang penuntut ilmu itu berada dalam suatu ibadah, dan
tujuan menuntut ilmu itu adalah ridho Allah Jalla Jalaluhu atas hamba, dan
kalian telah mengetahui (sebuah hadits) seorang lelaki yang datang dalam
keadaan bertaubat dan malaikat maut datang untuk menjemput nyawanya. Maka
malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih tentang keadaan orang tersebut.
Malaikat rahmat berkata : “Ia datang dalam keadaan bertaubat menghadapkan
hatinya kepada Allah Jalla Jalaluhu, sedangkan malaikat azab berkata : “Ia
belum beramal sedikitpun. Lalu datanglah malaikat dalam bentuk manusia, malaikat
rahmat dan malaikat azab menjadikannya sebagai hakim. Malaikat itu berkata :
“Ukurlah di antara dua tempat (tempat yang dituju dan tempat yang
ditinggalkan), jika dekat dengan salah satu dari dua tempat itu maka ia
termasuk golongannya.
Menuntut ilmu hanya bersandar kepada kaset kaset ceramah dan
tidak duduk dihalaqoh halaqoh ilmu
Mendengarkan secara langsung dengan menghadiri
pelajaran-pelajaran terdapat beberapa manfaat yang tidak dijumpai dari hanya
mendengarkan ilmu (melalui kaset saja). Tidak dapat diragukan lagi bahwa
mendengarkan ilmu melalui kaset terdapat faedah dan banyak manfaatnya, karena
engkau mendengarkan ilmu dari ahli ilmu yang kokoh ilmunya, akan tetapi di sana terdapat
perkara-perkara lain yang tidak didapati jika kita mendengarkan ilmu hanya
melalui kaset-kaset diantaranya. Duduk bersama para penuntut ilmu lainnya dalam
sebuah halaqah di masjid, hal ini memberikan perkara-perkara ibadah dan jiwa
bagi penunutut ilmu. Sesungguhnya penuntut ilmu itu akan sangat terpengaruh
oleh sosok kepribadian seorang guru dan akhlaknya, bagaimana gurunya
bermu’amalah dan bagaimana gurunya menangis karena takut kepada Allah dan lain
sebagainya.
Keinginan menuntut ilmu tapi problem yang dihadapi lupa dan
tidak ingat ilmu yang didengarkan
Manusia berbeda-beda dalam menuntut ilmu, tidak setiap
penuntut ilmu hafal ilmu yang telah ia dengarkannya. Akan tetapi (ia tentu)
hafal sedikit dari ilmu yang ia dengarnya. Dan ilmu itu diperoleh sedikit demi
sedikit, jika (terus) diulang-ulang maka akan hafal. Saya menasehati agar
berusaha dan bersungguh-sungguh menghafal Al-Qur’an. Karena menghafal itu
adalah suatu tabiat, dengan menghafal dan mengulangi maka hafalan akan terus
bertambah dan akan semakin kuat. Barangsiapa bersungguh-sungguh ia akan dapati
bahwa dengan menghafal Al-Qur’an akan memulai jalan untuk membuka “daya
hafalannya”. Jika penanya belum hafal Al-Qur’an, hendaklah menghafal Al-Qur’an.
Oleh karena itu sejumlah ulama pada masa lalu tatkala seorang penuntut ilmu
masuk ke masjid ingin berguru mensyaratkan hafal Al-Qur'an.
Metode salaf dalam menerima ilmu
Dari fenomena yang tampak pada saat ini, (kita menyaksikan)
khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi
pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in serta
tabiut tabiin. Namun bersamaan itu pula, amal perbuatan sedikit. Sering kali
kita mendengarkan (perintah Allah dan RasulNya) namun, sering juga kita tidak
melihat ketaatan, dan sering kali kita mengetahuinya, namun seringkali juga
kita tidak mengamalkan. Inilah perbedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tabiin dan tabiut tabiin yang mereka itu hidup
pada masa yang mulia. Sungguh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah
dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga berkata salah seorang sahabat. Di zaman
para sahabat dahulu sedikit perkataan tetapi banyak perbuatan, mereka
mengetahui bahwa apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam wajib diamalk
Sekilas tentang standar pengeluaran fatwa di dunia islam
Http://almanhaj.or.id
Tidak diragukan lagi, bahwa kaum muslimin di setiap tempat
sangat membutuhkan fatwa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan Sunnah NabiNya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka sangat membutuhkan fatwa-fatwa syar'iyyah
yang disimpulkan dari Kitabullah dan Sunnah NabiNya, sementara itu, kewajiban
para ahlul ilmi di setiap tempat di dunia Islam dan di tempat-tempat yang
dihuni kaum muslimin, adalah mempedulikan kewajiban ini dan berambisi untuk
menjelaskan hukum-hukum Allah dan Sunnah RasulNya yang telah mengajarkannya
untuk para hamba tentang masalah-masalah tauhid, ikhlas karena Allah,
menjelaskan kesyirikan yang banyak dilakukan orang, juga penentangan dan
bid'ah-bid'ah sesat sehingga kaum muslimin bisa mengetahui dan dapat memberi
tahu yang lainnya tentang hakikat petunjuk dan agama yang haq ini yang telah
diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
by admin
mantap mas ceritanya bagus banget 0-0p
BalasHapusilmu dasar islam ya agak susah banget heheheh :)
BalasHapusilmu dasar islam pake bahasa arab ya :D
BalasHapus